Karang Memadu, Tempat Pembuangan Pria Penglipuran Bali yang Berani Berpoligami
Di manapun tempatnya, dan apapun keyakinan agamanya, poligami masih selalu saja menjadi sesuatu yang dianggap merugikan kaum perempuan. Memang kenyataannya, siapa sih wanita yang benar-benar rela dimadu? Jawabannya pasti tidak ada.
Hal inilah kiranya yang dipahami dengan baik oleh warga Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli di Bali. Desa yang menjadi ikon desa terbersih sekaligus desa wisata ini memberlakukan aturan antipoligami sejak berpuluh-puluh tahun lalu.
Bagaimana jika warga nekat berpoligami? Tentunya warga yang bersangkutan akan diberi ganjaran yang setimpal sesuai peraturan desa. Hukuman itu berupa pengasingan di kawasan yang biasa disebut Karang Memadu. Keberadaan Karang Memadu yang dinilai ‘kotor’ membuat warga ketar-ketir untuk melanggar aturan tersebut. Sebaliknya adanya Karang Memadu di desa ini menjadi sorotan utama dan daya tarik bak magnet bagi wisatawan.
Asal Muasal Karang Memadu
Karang sendiri berarti tempat. Sedangkan Memadu artinya poligami. Sehingga Karang Memadu adalah sebutan untuk tempat bagi orang yang berpoligami. Karang Memadu adalah lahan kosong seluas 9 x 21 meter yang terletak di ujung selatan Desa Penglipuran. Jika dilihat bentuknya, Karang Memadu tidak berbeda dengan lahan kosong pada umumnya. Hanya, untuk menandai lahan ini dipasang sebuah papan bertuliskan Karang Memadu yang tujuannya untuk membatasi lahan biasa dengan lahan khusus itu.
Dianggap Tempat Kotor
Bagi masyarakat Desa Penglipuran, Karang Memadu berstatus leteh (kotor).Karena hal itu, orang yang tinggal di sana juga dianggap sama. Bahkan apa-apa yang tumbuh di atas lahan Karang Memadu dianggap sebagai sesuatu yang tidak suci. Sehingga hasil bumi seperti palawija, sayur mayur, atau buah-buah dari tanah itu tidak bisa dihaturkan sebagai bahan upakara (sesaji). Sampai saat ini, belum ada warga desa yang menghuni Karang Memadu. Sehingga tempat itu hanya berisi semak-semak belukar.
Hukuman Bagi Penghuni Karang Memadu
Penghuni Karang Memadu hanya dibuatkan gubuk kecil sebagai tempat tinggal bersama istrinya. Mereka pun tidak bebas pergi ke berbagai tempat, semacam ada batasan yang disepakati. Di antaranya mereka hanya boleh melewati jalan di selatan bale kulkul (bangunan tinggi tempat kentongan) desa.
Itulah Karang Memadu yang secara tidak langsung mendidik kaum lelaki untuk setia terhadap satu pasangan saja. Hal ini juga menjadi bukti bahwa leluhur setempat sejak zaman dahulu memang sangat menjunjung tinggi dan menghormati keberadaan kaum wanita.
No comments :