Djiaw Kie Song, Pejuang Tionghoa yang Rumahnya Jadi Saksi Bisu Peristiwa Rengasdengklok
Pernah dengan nama Djiaw Kie Song tidak? Boleh kami tebak, pasti tidak. Kalau pun pernah dengar pasti meraba-raba lagi, sia siapa ya? Adakah pejuang kemerdekaan Indonesia keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Song? Jawabannya adalah ada. Bahkan dia berjuang cukup banyak hingga mengorbankan rumahnya untuk sarang dari pejuang kemerdekaan.
Djiaw Kie Song adalah seorang petani dari keluar menengah ke bawah di Rengasdengklong. Saat pemuda berjuang untuk menekan diadakannya proklamasi kemerdekaan, rumah ini menjadi markas. Rumah dari Djiaw Kie Song menjadi saksi bisu aksi melegenda dalam sejarah Indonesia: penculikan Soekarno dan Hatta.
Berikut cerita tentang Djiaw Kie Song yang tidak banyak diketahui orang dan cenderung lenyap dari sejarah.
Peristiwa Rengasdengklok yang Bersejarah
Sebelum proklamasi dibacakan di Jalan Pegangsaan Timur no. 56, ada satu peristiwa paling melegenda yang terjadi. Peristiwa itu adalah penculikan dua bapak bangsa yang dimiliki oleh Indonesia. Soekarno dan Hatta diculik oleh kalangan pemuda yang di dalamnya ada Adam Malik, Chaerul Saleh dan Sukarni yang merupakan pejuang dengan basis kekuatan di Rengasdengklok.
Dini hari pada tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok untuk didesak. Pemuda ingin proklamasi segera dilakukan meski Soekarno menolaknya dan akan membacakannya sesuai dengan rencana. Saat diculik oleh pemuda, Soekarno dan Hatta tinggal di rumah seorang petani keturunan Tionghoa bernama Djiaw Kie Song.
Djiaw Kie Song dan Perjuangannya
Djiaw Kie Song memang bukan apa-apa. Dia bukanlah orang yang berjuang dengan senjata atau menggunakan kecerdasannya. Dia hanyalah seorang petani kecil di kawasan Rengasdengklok yang memperjuangkan hidupnya agar bisa terus hidup. Di tengah perjuangannya ini, dia masih mau menyediakan rumahnya untuk menjadi markas pemuda yang melakukan pemberontakan kepada Jepang.
Djiaw Kie Song membiarkan rumahnya ditinggali oleh banyak orang demi negeri ini. Dengan semangat tinggi dan harapan agar negeri ini bisa merdeka dia tidak melarang siapa saja tinggal di rumahnya. Bahkan sejak tanggal 15 Agustus 1945, di depan rumah dari Djiaw Kie Song sudah berkibar bendera merah putih yang menjadi pertanda kemerdekaan Indonesia.
Rumah Melegenda Djiaw Kie Song
Setelah digunakan sebagai markas pemuda dan tempat beristirahat dari seorang Proklamator Indonesia, rumah Djiaw Kie Song menjadi melegenda. Banyak orang datang ke sana untuk mengetahui tempat di mana naskah proklamasi ditulis dan akhirnya diketik oleh Sajuti Melik. Rumah yang awalnya biasa-biasa saja ini menjadi rumah bersejarah karena pernah digunakan oleh Bapak Bangsa Indonesia.
Setelah Djiaw Kie Song meninggal pada tahun 1964, rumah ini masih ditinggali oleh keturunannya. Sebelum meninggal dunia, Djiaw Kie Song pernah berpesan kepada keturunannya untuk mau melayani siapa saja yang datang. Anggota keluarga harus melayani tamu dengan baik karena rumah ini adalah harta dan juga kebanggaan dari keluarga.
Perhatian Pemerintah Kepada Djiaw Kie Song
Meski bukan dari golongan keluarga Tionghoa dan berada, Djiaw Kie Song melarang anaknya untuk meminta sesuatu dari pemerintah. Apa yang dilakukan oleh Djiaw Kie Song semata-mata ingin mengabdi kepada negara dan memberi sumbangsih kepada negara. Itulah kenapa keturunan dari Djiaw Kie Song tidak meminta sumbangan dari pemerintah meski keadaan hidupnya jauh dari kata mewah.
Salah satu perhatian pemerintah yang pernah diterima oleh seorang Djiaw Kie Song adalah berupa piagam. Dia mendapatkan penghargaan dari Mayjen Ibrahim Adjie pada tahun 1961. Djiaw Kie Song dianggap sebagai pembela tanah air yang jasa-jasa telah diakui.
Inilah kisah Djiaw Kie Song dan rumahnya yang pernah digunakan untuk peristiwa Rengasdengklok. Semoga rakyat Indonesia meningkat kalau di masa lalu ada seorang pejuang Tionghoa yang mencintai negeri ini sampai mati.
No comments :